Saturday 2 April 2011

-refleksi-

Hasil Mengarang dan Pidato Ujian Praktik..
(maaf jika ada yang merasa tersinggung)


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah suatu lembaga legislatif di Indonesia yang didirikan dengan tujuan menyalurkan aspirasi rakyat dalam membangun negara. Pemilihan anggota DPR pun dilakukan secara langsung oleh rakyat sehingga siapa pun yang duduk di kursi DPR diharapkan selalu memperjuangkan hak-hak rakyat. Namun, benarkah kenyataannya seperti yang diharapkan?
Dewasa ini semakin sering anggota DPR menjadi bahan pemberitaan di media, baik media elektronik maupun media cetak. Akan tetapi, pemberitaan tersebut bukan mengenai kebijakan-kebijakan prorakyat, melainkan lebih sering mengenai kelakuan-kelakuan para wakil rakyat yang tidak pantas. Mulai dari ketidakseriusan beliau-beliau dalam sidang DPR, sampai dengan korupsi yang seakan-akan telah menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari.

Mengingat besarnya anggaran yang dimiliki oleh DPR, tentunya masyatakat akan heran melihat situasi seperti ini. Media sering menampilkan bentuk-bentuk kemewahan yang dimiliki DPR. Seperti kenang-kenangan berupa cincin dan pin emas yang diberikan pada akhir masa jabatan, fasilitas mobil mewah untuk setiap anggotanya, serta tidak luput pula pemberitaan mengenai mewahnya gedung DPR, ruangan sidang yang memiliki fasilitas kursi empuk dan AC misalnya, sehingga “wajar” saja tidak pernah absen adanya anggota yang tertidur saat sidang berlangsung.
Melihat fakta seperti demikian, dapat kita bayangkan seperti apa kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh DPR. Kondisi seperti demikian bukan baru-baru ini saja terjadi, tetapi sudah sekian lama menjadi kebiasaan di tubuh anggota DPR. Dan timbullah pertanyaan baru, sudahkah dilaksanakan langkah perbaikan untuk mengatasi kondisi tersebut?

Mungkin jawabannya adalah belum. Coba saja kita tengok kelakuan para pejabat yang semakin menjadi-jadi dewasa ini. Beberapa tokoh yang mengajukan diri sebagai anggota DPD tanpa melepas jabatannya sebagai anggota DPR, tertangkapnya lebih dari 19 anggota DPR yang terlibat kasus penyuapan, dan seolah tidak dapat berhenti sampai profesionalitas saja, bahkan tidak jarang pula tersebar video mesum perselingkuhan anggota DPR.

Seakan lelah melihat kondisi wakil rakyat seperti demikian, saya mencoba melihat dari kacamata yang lebih lebar. Sebenarnya masih banyak “orang dalam” DPR yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai contoh adalah almarhum Adjie Masaid dan istrinya, Angelina Sondakh. Mereka tidak menjadikan DPR sebagai lumbung uang, tetapi mereka mendengar suara rakyat. Masih ada juga sosok Habieb Nabiel Al Musawa yang mengusulkan rumah dinas DPR yang boros anggaran dihibahkan kepada guru yang membutuhkan, meskipun usulan tersebut mendapatkan tanggapan negatif dari anggota yang lain. Mungkin bukan hanya ketiga sosok di atas yang dapat diharapkan oleh masyarakat. Hanya saja pemberitaan media dan didukung dengan tidak berkutiknya “orang-orang baik” tersebut mengakibatkan seolah-olah pemerintahan memang dipenuhi aksi-aksi materialistis. Namun, perubahan bukanlah hal yang tidak mungkin.

Optimisme tersebut semakin bertambah jika kita sadar bahwa kita sudah memiliki sumber hukum yang baik dan yang paling penting adalah negara ini masih memiliki generasi muda yang kritis. Seperti dalam sebuah puisi, sudah saatnya yang muda yang memimpin bangsa. Sudah saatnya lembaga perwakilan rakyat tidak lagi dijadikan tempat mencari “nafkah” yang melimpah. Sudah saatnya pula mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang tertunda selama lebih dari 65 tahun.

Tidak mudah memang. Namun, tidak ada yang tidak mungkin bagi yang mau berusaha. Sikap yang dibutuhkan adalah cara pandang berbeda dalam menghadapi setiap kasus di negara kita. Melihat masalah sebelum melihat siapa yang terkena masalah. Menuntaskan persoalan sebelum menuntut pendapatan. Mendahulukan kepentingan rakyat, dan mengesampingkan pesanan pejabat.

Marilah kita kembalikan fungsi awal DPR menjadi penyalur aspirasi rakyat. Kita sebagai rakyat pun tidak boleh tinggal diam. Proaktif mengkritik dan memberikan saran terhadap kebijakan pemerintah, menciptakan suasana kondusif dalam melaksanakan pembangunan negara, menaati setiap kebijakan yang telah ditetapkan, serta tidak asal melakukan demonstrasi pesanan adalah hal-hal kecil yang dapat kita lakukan demi kemajuan bangsa Indonesia.

Perubahan tersebut harus ada yang mengawali. Jika bukan kita, siapa lagi yang akan kita harapkan? Kembali ke masa penjajahan, dimana kedatangan bangsa Inggris diidentikkan dengan kemajuan bagi bangsa yang dijajahnya? Tentu tidak.

Selama ini kita hanya menyaksikan drama politik yang disajikan oleh para petinggi, sekarang adalah saat untuk kita bertindak. Waktu yang tepat untuk beralih dari penonton menjadi aktor. Buktikan bahwa optimisme yang kita bangun itu bukanlah sekadar angan-angan. Buktikan bahwa di tangan kita, para generasi penerus bangsa, Indonesia bukan hanya menjadi negara yang disegani oleh negara lain, tetapi yang terpenting adalah menjadi negara yang dapat dibanggakan oleh rakyatnya.